Ledakan nuklir di Chernobyl, Ukraina,
terjadi pada 26 April 1986, dimana reaktor keempat meledak pada pukul 01.23
dini hari. Ledakan itu diikuti kebakaran hebat yang menyebarkan gelombang
radiasi ke wilayah Eropa. Tak ada penjelasan mengenai penyebab ledakan, selain
klaim adanya sebuah eksperimen yang juga tak dijelaskan terperinci
Tragedi ini menyebabkan kontaminasi
radiasi meluas di Ukraina, hingga sampai ke Belarus dan Rusia. Butuh dua hari
bagi Uni Soviet untuk membeberkan informasi mengenai ledakan ini kepada publik.
Tragedi ini juga membuka mata dunia, melalui Badan Energi Atom Internasional
(IAEA), bahwa dunia perlu menjalin kerjasama dan berbagai informasi dalam
penggunaan energi nuklir.
Hingga
saat ini, rehabilitasi untuk korban-korban Chernobyl masih terus berlanjut.
Rusia, Ukraina dan Belarus masih terus dibebani dengan biaya dekontaminasi dan
perawatan kesehatan bagi korban. Korban tewas tragedi ini 50 orang, terdiri
dari para staf reaktor dan tim penyelamat.
Namun
dampak dari paparan radiasi Chernobyl sangat luas. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menyatakan sembilan ribu orang terkena radiasi. Sedangkan aktivis lingkungan
hidup Greenpeace menyatakan jumlah yang terpapar mencapai 93 ribu orang. Mereka
mengalami berbagai penyakit seperti kanker dan bayi-bayi dilahirkan cacat
karena mutasi gen.
Anekdot pun muncul bahwa saat ini Chernobyl telah kembali
menjadi "surga" bagi para binatang. Hal itu didasarkan sejumlah bukti
bahwa binatang seperti berang-berang, rusa, kuda liar, rajawali, dan elang
telah kembali berbondong-bondong ke zona eksklusi (radius 30 km) Chernobyl
sejak manusia meninggalkannya dan perburuan dilarang atau ilegal.
Namun, profesor biologi dari
University of South Carolina Tim Mousseau menilai, gambaran seperti itu
menyesatkan. Mousseau merupakan salah seorang di antara sedikit pakar yang
telah menyelidiki secara dalam keanekaragaman hayati di sekitar Chernobyl.
"Chernobyl sudah pasti
bukan lagi menjadi surga atau tempat nyaman untuk kehidupan hewan-hewan liar,"
tuturnya. "Ketika Anda benar-benar bekerja keras melakukan kajian ilmiah
dan mengontrol ketat semua variabel, sinyalnya kuat. Apalagi, jika Anda
melakukan (riset) di banyak tempat berbeda. Ada lebih sedikit jumlah dan jenis
binatang (di sekitar Chernobyl) dari yang Anda perkirakan," tambah dia.
Pada 2010, Mousseau dan
koleganya menerbitkan sensus terbesar mengenai kehidupan hewan di zona eksklusi
Chernobyl. Hasilnya, jumlah mamalia di sana turun tajam. Begitu pula serangga
seperti, lebah, kumbang, capung, kupu-kupu, dan belalang.
Dalam studi yang diterbitkan
pada Februari lalu, mereka hanya menemukan 550 burung dari 48 spesies yang
tinggal di sana. Spesies burung tersebut ditemukan di delapan lokasi berbeda.
Dalam riset itu, para ahli mengukur besar lingkar kepala burung-burung tersebut untuk menentukan volume otaknya. Hasilnya, burung yang tinggal di zona paling berbahaya (hot spot) memiliki volume otak lebih kecil lima persen daripada yang hidup di wilayah dengan radiasi lebih rendah. Perbedaan itu khususnya banyak ditemukan pada burung berusia kurang dari setahun.
Dalam riset itu, para ahli mengukur besar lingkar kepala burung-burung tersebut untuk menentukan volume otaknya. Hasilnya, burung yang tinggal di zona paling berbahaya (hot spot) memiliki volume otak lebih kecil lima persen daripada yang hidup di wilayah dengan radiasi lebih rendah. Perbedaan itu khususnya banyak ditemukan pada burung berusia kurang dari setahun.
Ukuran otak berhubungan
langsung dengan insting berburu dan kemampuan bertahan hidup. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa sebagian besar calon anakan burung yang nantinya
akan lahir sama sekali tidak bisa bertahan hidup.
"Fakta itu terkait level
kontaminasi (radiasi) yang melatari," ujar Mousseau. "Ada kaitan
langsung dari temuan itu dengan konsekuensi (radiasi) terhadap ekosistem secara
keseluruhan," tandasnya.
Mousseau menjelaskan bahwa penting
mengetahui lebih dalam konsekuensi itu karena ada relevansinya dengan krisis
nuklir di PLTN Fukushima Dai-ichi, Jepang. Apalagi Chernobyl adalah bencana
terhebat dengan level radiasi tertinggi, yakni 7. Belakangan, status krisis
nuklir Jepang sejajar dengan Chernobyl.
Paparan debu dan abu
radioaktif terjadi hingga radius lebih dari 200 ribu kilometer persegi setelah
reaktor nomor 4 Chernobyl meledak dan terbakar pada 26 April 1986. Ukraina,
Belarusia, dan Rusia adalah wilayah terparah yang terkena dampaknya meski
paparan radiasi mencapai Skotlandia di bagian utara Eropa hingga Irlandia di
barat. Krisis nuklir itu menjadikan sejumlah wilayah terlarang digunakan
sebagai peternakan sapi dalam jangka panjang.
Saat ini ancaman utama dari
paparan radioaktif itu adalah caesium 137 dan dalam jumlah sedikit lebih rendah
yakni strontium 90. Menurut Institut Proteksi Radiologi dan Keselamatan Nuklir
Prancis (IRSN), kandungan radioaktif tersebut akan berkurang secara perlahan
hingga di level aman dalam kurun waktu ratusan tahun.
Dalam riset yang
dipresentasikan di Kiev, Ukraina, pada bulan ini, para ilmuwan Greenpeace
membeli makanan dari pasar desa di dua wilayah administratif negara tersebut.
Yakni, Zhytomyr dan Rivne.
Melalui tes, mereka pun
menemukan caesium 137 di atas level yang diizinkan dalam banyak sampel susu,
serta jamur dan buah berry kering. Level yang sangat tinggi ditemukan di Rivne.
Tanah rawa yang berair dan membusuk ternyata mengantarkan partikel radioaktif
secara lebih mudah dibandingkan dengan tipe tanah yang lain.
Tragedi nuklir Chernobyl tercatat sebagai bencana terburuk dalam
sejarah. Tetapi, para pakar mengakui pula bahwa bencana itu tetap
menyimpan bahaya atau risiko yang tidak banyak diteliti. Itu terutama terkait
dengan dampaknya terhadap lingkungan tepat setelah seperempat abad bencana
Chernobyl berlalu dan sempat tersiar kabar bahwa Chernobyl tidak bisa dihuni
untuk 20.000 tahun kedepan.
No comments:
Post a Comment